Senin, 31 Desember 2007

Go OpeN SouRcE

Indonesia, Go Open Source



Indonesia, Go Open Source! disingkat IGOS adalah sebuah semangat gerakan untuk meningkatkan penggunaan dan pengembangan perangkat lunak sumber terbuka di Indonesia. IGOS dideklarasikan pada 30 Juni 2004 oleh 5 kementerian yaitu Kementerian Negara Riset dan Teknologi, Departemen Komunikasi dan Informatika, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Departemen Pendidikan Nasional.

Gerakan ini melibatkan seluruh stakeholder TI (akademisi, sektor bisnis, instansi pemerintah dan masyarakat) yang dimulai dengan program untuk menggunakan perangkat lunak sumber terbuka di lingkungan instansi pemerintah. Diharapkan dengan langkah ini dapat diikuti oleh semua lapisan masyarakat untuk menggunakan perangkat lunak legal.

Semangat gerakan ini memiliki sasaran sebagai berikut:

  • Memberikan lebih banyak alternatif perangkat lunak yang dapat digunakan oleh masyarakat secara legal dan terjangkau, sehingga jumlah pengguna komputer meningkat.
  • Peningkatan kemampuan riset dan pengembangan teknologi informasi nasional bidang perangkat lunak.
  • Menciptakan kompetisi pengembangan teknologi informasi untuk dapat bersaing di percaturan global

HaK kEkAyaaN InTeLeKTuaL

Hak cipta



Hak cipta adalah hak eksklusif Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengatur penggunaan hasil penuangan gagasan atau informasi tertentu. Pada dasarnya, hak cipta merupakan "hak untuk menyalin suatu ciptaan". Hak cipta dapat juga memungkinkan pemegang hak tersebut untuk membatasi penggandaan tidak sah atas suatu ciptaan. Pada umumnya pula, hak cipta memiliki masa berlaku tertentu yang terbatas.

Hak cipta berlaku pada berbagai jenis karya seni atau karya cipta atau "ciptaan". Ciptaan tersebut dapat mencakup puisi, drama, serta karya tulis lainnya, film, karya-karya koreografis (tari, balet, dan sebagainya), komposisi musik, rekaman suara, lukisan, gambar, patung, foto, perangkat lunak komputer, siaran radio dan televisi, dan (dalam yurisdiksi tertentu) desain industri.

Hak cipta merupakan salah satu jenis hak kekayaan intelektual, namun hak cipta berbeda secara mencolok dari hak kekayaan intelektual lainnya (seperti paten, yang memberikan hak monopoli atas penggunaan invensi), karena hak cipta bukan merupakan hak monopoli untuk melakukan sesuatu, melainkan hak untuk mencegah orang lain yang melakukannya.

Hukum yang mengatur hak cipta biasanya hanya mencakup ciptaan yang berupa perwujudan suatu gagasan tertentu dan tidak mencakup gagasan umum, konsep, fakta, gaya, atau teknik yang mungkin terwujud atau terwakili di dalam ciptaan tersebut. Sebagai contoh, hak cipta yang berkaitan dengan tokoh kartun Miki Tikus melarang pihak yang tidak berhak menyebarkan salinan kartun tersebut atau menciptakan karya yang meniru tokoh tikus tertentu ciptaan Walt Disney tersebut, namun tidak melarang penciptaan atau karya seni lain mengenai tokoh tikus secara umum.

Di Indonesia, masalah hak cipta diatur dalam Undang-undang Hak Cipta, yaitu, yang berlaku saat ini, Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002. Dalam undang-undang tersebut, pengertian hak cipta adalah "hak eksklusif bagi [p]encipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak [c]iptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku" (pasal 1 butir 1).


Sejarah Hak Cipta



Konsep hak cipta di Indonesia merupakan terjemahan dari konsep copyright dalam bahasa Inggris (secara harafiah artinya "hak salin"). Copyright ini diciptakan sejalan dengan penemuan mesin cetak. Sebelum penemuan mesin ini oleh Gutenberg, proses untuk membuat salinan dari sebuah karya tulisan memerlukan tenaga dan biaya yang hampir sama dengan proses pembuatan karya aslinya. Sehingga, kemungkinan besar para penerbitlah, bukan para pengarang, yang pertama kali meminta perlindungan hukum terhadap karya cetak yang dapat disalin.

Awalnya, hak monopoli tersebut diberikan langsung kepada penerbit untuk menjual karya cetak. Baru ketika peraturan hukum tentang copyright mulai diundangkan pada tahun 1710 dengan Statute of Anne di Inggris, hak tersebut diberikan ke pengarang, bukan penerbit. Peraturan tersebut juga mencakup perlindungan kepada konsumen yang menjamin bahwa penerbit tidak dapat mengatur penggunaan karya cetak tersebut setelah transaksi jual beli berlangsung. Selain itu, peraturan tersebut juga mengatur masa berlaku hak eksklusif bagi pemegang copyright, yaitu selama 28 tahun, yang kemudian setelah itu karya tersebut menjadi milik umum.

Berne Convention for the Protection of Artistic and Literary Works ("Konvensi Bern tentang Perlindungan Karya Seni dan Sastra" atau "Konvensi Bern") pada tahun 1886 adalah yang pertama kali mengatur masalah copyright antara negara-negara berdaulat. Dalam konvensi ini, copyright diberikan secara otomatis kepada karya cipta, dan pengarang tidak harus mendaftarkan karyanya untuk mendapatkan copyright. Segera setelah sebuah karya dicetak atau disimpan dalam satu media, si pengarang otomatis mendapatkan hak eksklusif copyright terhadap karya tersebut dan juga terhadap karya derivatifnya, hingga si pengarang secara eksplisit menyatakan sebaliknya atau hingga masa berlaku copyright tersebut selesai.


Sejarah Hak Cipta di Indonesia



Pada tahun 1958, Perdana Menteri Djuanda menyatakan Indonesia keluar dari Konvensi Bern agar para intelektual Indonesia bisa memanfaatkan hasil karya, cipta, dan karsa bangsa asing tanpa harus membayar royalti.

Pada tahun 1982, Pemerintah Indonesia mencabut pengaturan tentang hak cipta berdasarkan Auteurswet 1912 Staatsblad Nomor 600 tahun 1912 dan menetapkan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta, yang merupakan undang-undang hak cipta yang pertama di Indonesia[1]. Undang-undang tersebut kemudian diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987, Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997, dan pada akhirnya dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 yang kini berlaku.

Perubahan undang-undang tersebut juga tak lepas dari peran Indonesia dalam pergaulan antarnegara. Pada tahun 1994, pemerintah meratifikasi pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization – WTO), yang mencakup pula Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Propertyrights - TRIPs ("Persetujuan tentang Aspek-aspek Dagang Hak Kekayaan Intelektual"). Ratifikasi tersebut diwujudkan dalam bentuk Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994. Pada tahun 1997, pemerintah meratifikasi kembali Konvensi Bern melalui Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 1997 dan juga meratifikasi World Intellectual Property Organization Copyrights Treaty ("Perjanjian Hak Cipta WIPO") melalui Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 1997[2].


Minggu, 30 Desember 2007

TeKnoLogi InFoRmAsi MasiH RenDaH

Pengetahuan Teknologi Informasi di Indonesia Masih Relatif Rendah


Pada saat ini terdapat 200 perguruan tinggi yang mempunyai program studi IT untuk tingkat S1, S2 dan doktoral, sedangkan perguruan tinggi yang mempunyai program studi IT untuk tingkat D3 dan D4 berjumlah 300 buah.

"Kebutuhan akan lulusan IT tahun 2006 mencapai 500 ribu orang," katanya pada rapat koordinasi Departemen Komunikasi dan Informatika bersama PT. Dennisenco Napari (Dennis Pro) dalam rangka penyelenggaraan Pameran Perguruan Tinggi dan Teknologi Informatika Expo ’06 di Jakarta, Kamis (13/4).

Pameran ini direncanakan diadakan pada 3-7 Juni 2006 di Istora Gelora Bung Karno dan menurut Aizirman Djusan akan dilakukan tepat waktu, karena kebutuhan akan sumber daya manusia (SDM) akan teknologi informasi (IT) sangat mendesak.

Beta Denis dari Dennis Pro menjelaskan, ada empat maksud diadakannya Pameran Perguruan Tinggi dan Teknologi Informatika Expo ’06. Pertama, untuk membantu masyarakat mendapatkan informasi tentang perguruan tinggi yang ada di Indonesia baik negeri maupun swasta serta lembaga pendidikan dan perkembangan IT di Indonesia dalam waktu relatif singkat dan terpadu.

Kedua, memberikan peluang kepada perguruan tinggi dan lembaga pendidikan untuk menginformasikan perkembangan dan fasilitas yang ada kepada masyarakat dan ketiga, memberikan peluang kepada pengusaha yang bergerak di bidang produk-produk informatika dan produk penunjang teknologi informatika untuk mempromosikannya kepada masyarakat.

Keempat, memberikan peluang kepada pengusaha yang bergerak di bidang produk – produk penunjang pendidikan untuk mempromosikannya kepada masyarakat.

Dennis juga menjelaskan, dalam kegiatan pameran ini juga akan digelar seminar dan panggung hiburan untuk menarik pengunjung. “Sasaran pengunjung adalah siswa-siwa SMA kelas III yang telah selesai Ebtanas, masayarakat umum, pelaku bisnis atau pengusaha.”

Menkominfo DR. Sofyan A. Djalil dalam sambutan tertulisnya menyambut baik penyelenggaraan Pameran Perguruan Tinggi dan Teknologi Informatika Expo 06, karena dapat memberi nilai tambah bagi pembangunan dan pengembangan pendidikan SDM di Indonesia, serta bermanfaat bagi dunia usaha, industri penyedia barang dan jasa ICT dan pihak terkait lainnya.

Dia berharap, acara ini mampu memberikan dorongan bagi sektor pengembangan SDM Indonesia khususnya perguruan tinggi, serta mampu memunculkan inovasi baru di bidang IT dan komunikasi Indonesia ke depan, sehingga kedua hal itu akan dapat membantu mempercepat pemulihan dan peningkatan perekonomian bangsa.

Sabtu, 29 Desember 2007

MeNtRi 1 TriLiyuN


Bila Saya Menjadi Mentri Dan Di Beri Uang

1 Trilyun

SEBAGAI MEDIA PROSES KOMPUTASI DAN INFORMASI

Kemampuan proses computer dan komunikasi yang semakin tinggi dengan harga yang semakin rendah mengakibatkan banyak peluang effisiensi dalam terapannya.

•Dimanfaatkan dibanyak area sebagai media proses informasi dan otomasi, antara lain penyediaaninformasi, layananmasyarakat, proses produksi.

•Perkembangan teknis pemrosesan dan kemudahan komunikasi data dengan internet Dan intranet, mengubah tatanan komputasi menjadi banyak pilihan solusi menuju optimal sesuai lini bisnis yang ditangani.

•Kemudahan otomasi arus kerja dan integrasi data serta informasi memungkinkan Dilakukan layanan jarak jauh, integrasi layanan antar system antar organisasi, dan Tidak lagi harus dalam layanan satu atap, melainkan dalam satu system jaringan dari Sejumlah perkantoran yang lokasinya berjauhan.

VISI
Terwujudnya masyarakat informasi yang sejahtera melalui penyelenggaraan komunikasi dan informatika yang efektif dan efisien dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

MISI

  1. Meningkatkan kapasitas layanan informasi dan pemberdayaan potensi masyarakat dalam rangka mewujudkan masyarakat berbudaya informasi.
  2. Meningkatkan daya jangkau infrastruktur pos, komunikasi dan informatika untuk memperluas aksesibilitas masyarakat terhadap informasi dalam rangka mengurangi kesenjangan informasi.
  3. Mendorong peningkatan aplikasi layanan publik dan industri aplikasi telematika dalam rangka meningkatkan nilai tambah layanan dan industri aplikasi.
  4. Mengembangkan standardisasi dan sertifikasi dalam rangka menciptakan iklim usaha yang konstruktif dan kondusif di bidang industri komunikasi dan informatika.
  5. Meningkatkan kerjasama dan kemitraan serta pemberdayaan lembaga komunikasi dan informatika pemerintah dan masyarakat.
  6. Mendorong peranan media massa dalam rangka meningkatkan informasi yang beretika dan bertanggung jawab serta memberikan nilai tambah pembangunan bangsa.
  7. Meningkatkan kualitas penelitian dan pengembangan dalam rangka menciptakan kemandirian dan daya saing bidang komunikasi dan informatika.
  8. Meningkatkan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) bidang komunikasi dan informatika dalam rangka meningkatkan literasi dan profesionalisme.
  9. Meningkatkan peran serta aktif Indonesia dalam berbagai fora internasional di bidang komunikasi dan informatika dalam rangka meningkatkan citra positif bangsa dan negara.
  10. Meningkatkan kualitas pengawasan menuju terselenggaranya kepemerintahan yang baik (good governance).

Senin, 17 Desember 2007

HaRaPaN MasYaRaKat TenTanG SisTem InFoRmaSi

Harapan Masyarakat Tentang
Sistem Informasi


Masyarakat mengharapkan Departemen Komunikasi dan Informatika telah menyiapkan program internet gratis yang diperuntukkan bagi sekolah menengah umum (SMU), dan penerapannya akan disinergikan dengan program CSR (Corporate Social Responsibility) beberapa operator telekomunikasi atau BUMN.

Program tersebut bertujuan untuk meningkatkan jumlah pengguna Internet, khususnya yang ada di daerah dan sekaligus meningkatkan e-readiness serta untuk menyiapkan masyarakat agar siap menerima teknologi informasi dan komunikasi (TIK) di masa mendatang.

Secara garis besar kebijakan yang berkaitan dengan program ini dibagi dalam dua sisi. Sisi pertama, adalah penyediaan yang intinya adalah mencapai ketersediaan internet secara merata dan berkualitas dengan tarif yang terjangkau (murah). Kedua, dari sisi penggunaan, yakni bagaimana mengedukasikan masyarakat atau para pengguna agar memiliki keahlian yang cukup dalam penggunaan internet sekaligus juga berupaya agar internet digunakan secara produktif. Terkait hal tersebut, Departemen Kominfo akan lebih gencar melakukan berbagai program sosialisasi, mulai dari hal-hal yang paling mendasar hingga yang kompleks, seperti set up terminal, set up jaringan dan lain sebagainya. Saat ini pengguna internet di Indonesia disebutnya baru mencapai 8 persen dari jumlah penduduk Indonesia, sementara pelanggan internet hanya satu persen dan pelanggan perumahan baru mencapai empat persen.